Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang
Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku
mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu."
(Ayub 42:5-6)
“Beriman Tanpa Pamrih”
Ayub rela hati mencabut semua kata-kata keluhannya
dan mengaku dosa. Di dalamnya terdapat pengakuan akan pemberontakan penuh dosa
yang diawali dengan keluhan, dan Ayub percaya kepada Tuhan tanpa pamrih apapun.
Ini bukan pengakuan dosa sebelum penderitaannya
sebagaimana dikemukakan oleh para sahabatnya. Ini pernyataan setia tanpa syarat
kepada Tuhan, sebuah komitmen yang dibuat ketika ia masih menderita, dengan
belum memperoleh penjelasan tentang misteri penderitaannya maupun janji untuk
masa depan, Ayub membuktikan diri sebagai hamba perjanjian yang sejati, siap
untuk melayani Allah tanpa pamrih. Pengakuan Ayub dengan demikian menandai
keberhasilan Ayub untuk mengalahkan Iblis, pembenaran final tentang kuasa
penebusan Allah.
Ayub menyatakan “Tidak ada rencana-Mu
yang gagal” (Ayb 42:2); bukanlah penyerahan
diri di bawah tekanan tetapi sebuah pujian kepada Allah yang hidup serta
persetujuan penuh kepercayaan pada kebijaksanaan Allah. Dalam (Ayb 42:3a). Bahwa
manusia terbatas dan tidak bisa bertindak sebagai penentu akhir, sebab itu terdapat
rahasia yang tidak bisa diselami manusia.
Pernyataan Ayub; “tetapi sekarang mataku
sendiri memandang Engkau” (Ayb 42:5), memberikan perbedaan antara mendengar dan
melihat dalam hubungan dengan pengetahuan lihat (Ayb 26:14; 28:21-27). Mendengar
melalui telinga jadi tahu dari semacam berita yang belum tentu kebenarannya,
tetapi dengan melihat maka barulah dapat memahami sehingga dapat membuka
wawasan baru, bukan sekadar menerima tradisi, tetapi mengalami
penyingkapan-penyingkapan yang mencerahkan pikiran dan hati (Ayb 38:4-5).
Selanjutnya menyatakan pertobatannya dengan mengubah pikiran dan mencabut
kasusnya. Ayub duduk dalam debu dan abu, menunjukkan kerendahan hati dan
menghinakan diri sendiri karena ketidakmengertiannya (Ayb 38:6).
Ayub tidak lagi berusaha mencari jawaban
atas masalah hidupnya, mengapa harus mengalami derita berat dan tidak memiliki
alasan untuk menanggung semua itu. Pengalaman bersama Tuhan sudah cukup bagi
Ayub dan “kebencian” yang baik terhadap kenajisan dirinya merupakan akibat yang
alamiah pada saat seorang percaya berjumpa dengan Allah yang kudus (Yes 6:5).
Allah dengan merendahkan diri melalui kedatangan-Nya telah meyakinkan Ayub
bahwa Dia tetap memperhatikan dirinya dengan penuh kemurahan. Itu sudah cukup
bagi Ayub. Akhirnya Ayub puas hati, bukan karena telah mendapatkan jawaban, tetapi
karena wawasan yang baru bahwa hak-hak manusia bukanlah yang terpenting di
dalam desain Allah tetapi kehendak dan kedaulatan Allah, itulah yang
terpenting.
Ayub tidak lagi menuntut jawaban atas
hidupnya, Ayub justru mengakui bahwa ia telah berbicara dalam ketidaktahuannya
tentang karya-karya ajaib yang telah disingkapkan Allah kepadanya. Pekerjaan
ALLAH tetap melampaui pengertian manusia, maka respons Ayub telah berubah dari
mengakui keterbatasan pengetahuannya. Sampai akhir kitab Ayub tidak disinggung
mengenai kebersalahan atau ketidakber-salahan Ayub. Allah tidak melihat hak dan
kedudukan manusia sebagai yang utama, demikian juga kita sebaiknya tidak
bertanya jawab dengan Tuhan atas masalah yang kita hadapi, tapi bertanyalah apa
yang sebenarnya menjadi kehendak ALLAH atas masalah kita dan bagaimana kita
meresponinya.
Akhir Ayub dengan penuh kerendahan hati
dan ketundukan kepada penyataan Allah mengakui bahwa: pertama, Allah selalu melakukan segala sesuatu
dengan baik sesuai dengan kehendakknya yang abadi. Kedua, bahwa segala sesuatu
yang diizinkan Allah untuk terjadi pasti dilaksanakan dalam hikmat dan dengan
tujuanNya yang mulia. Ke tiga selanjutnya bahwa adanya penderitaan atas orang
benarpun mempunyai makna dan tujuan ilahi.
Tuhan Yesus memberkati.
Pesan Pastoral:
1 Juli 2018
Marilah
kita menjadi pribadi “SADAR” rohani yaitu dengan memberikan yang terbaik bagi
ALLAH dalam hidup ini. Seringkali kita menuntut jawaban atas hidup kita dan
mencari pembenaran sendiri, marilah kita kebalikan kepercayaan kita dengan
tidak menuntut jawaban dan tinggal percaya saja. Marilah kita beriman dengan
cerdas.
Winner Voice
Segala sesuatu ada waktunya. Badai pasti
berlalu. Hidup berjalan terus. Lihatlah cakrawala baru dari Allah dan temukan
keindahan dalam misteri Ilahi.
Pengakuan Iman
Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang
Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku
mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu."
(Ayub 42:5-6)
Aku percaya bahwa Tuhan beserta dalam setiap
peristiwa hidupku.
Aku percaya kepada Tuhan bukan karena mendengar
berita saja tetapi karena lebih dalam mengenal dan mengalami Tuhan dalam hidup.
Aku menyesali masa laluku bila aku seringkali mengeluh
dan tidak percaya pada pertolongan Tuhan yang nyata dalam hari-hari hidupku.
No comments:
Post a Comment