A. Kehendak Bebas Manusia untuk Memilih.
Hidup adalah pemberian ALLAH dan tetap menjadi milik ALLAH sedangkan kita adalah pelayan yang mengelola kehidupan saja. Jadi bunuh diri adalah merebut hak ALLAH atas hidup kita dan penolakan atas kebaikkan yang ALLAH berikan. Perlu untuk dimengerti bahwa bunuh diri adalah tindakah bebas yang tidak dipaksakan dan dilakukan dengan maksud mengakhiri hidup berdasarkan keputusan pribadi. Dengan memahami hal diatas maka jelas bahwa bunuh diri adalah tindakan moral yang salah dan tidak harus dilakukan oleh orang Kristen.
Jika kita mendifinisikan bunuh diri sebagai tindakan yang bebas dan tidak dipaksakan, maka tindakkan bunuh diri menunjukkan ketidaktaatan dan memalingkan dirinya dari kebaikkan Allah.
Ada kenyakinan sebagai orang Kristen, bahwa penghukuman kekal berlaku bagi mereka yang secara langsung menolak ALLAH sebagai teladan kehidupan yang kekal.
B. Pandangan Etika Kristen.
Ada empat Etika Kristen yang dapat dilakukan untuk melihat persoalan bunuh diri ini, yaitu:
1. Etika Peraturan
Etika peraturan mengatakan bahwa setiap peraturan wajib ditaati tanpa kekecualian, sehingga etika ini bisa juga disebut etika kemutlakan (absolutist ethics). Setiap perbuatan adalah baik kalau selaras dengan peraturan-peraturan yang ada, yang dalam konteks kita adalah norma-norma agama, dan tidak melanggarnya. Manusia harus hidup menurut hokum yang wajib.
Jadi di dalam kerangka system etika peraturan, ada perbuatan-perbuatan yang selalu salah dan benar pada dirinya sendiri. Sebuah perbuatan baik akan tetap dipandang baik, sekalipun akibatnya buruk.
Dengan Etika Peraturan seharusnya tidak ada bunuh diri terjadi karena dengan jelas dilarang oleh Alkitab, bahkan sebenarnya etika peraturan ini dapat membantu para pelajar yang masih terhitung anak-anak karena etika peraturan inn menolong sekali bagi anak-anak dan orang yang belum pandai mengambil keputusan yang benar.
Penerapan hukum dan aturan yang tegas atas persoalan bunuh diri pada pelajar yang merupakan dasar dari etika peraturan, adalah tepat karena akan membuat pelajar tidak berkesempatan untuk membenarkan diri dalam mengambil keputusan untuk bunuh diri apapun alasan yang dikemukakan. Diharapkan dengan etika peraturan yang dapat di berikan dengan jelas kepada para pelajar akan membantu menekan angka bunuh diri pada pelajar dan anak remaja pada umumnya.
2. Etika Kewajiban (Deontologi)
System etika yang mirip dengan etika peraturan adalah deontology (Yunani : deon = Kewajiban) artinya, pilihan untuk melakukan sesuatu atau tidak berdasarkan apakah sesuatu itu wajib atau tidak untuk dilakukan.
Filsuf besar Jerman Immanuel Kant menciptakan system moral ini. Menurutnya, yang betul-betul baik hanyalah kehendak yang baik, semua yang lain adalah baik bersyarat. Misalnya, intelegensi manusia adalah baik, jika orang yang memakainya memiliki kehendak yang baik.
Immanuel Kant berkata; “kehendak kita akan baik kalau kita bertindak atas nama kewajiban”. Keseriusan sikap moral baru kelihatan ketika orang bertindak demi kewajiban itu sendiri.
Seperti keterangan diatas bahwa keputusan bunuh diri adalah keputusan pribadi secara bebas dan merupakan ketidaktaatan atas kehendak ALLAH. Jadi bila seseorang mengikuti etika kewajiban ini maka tidak akan ada orang yang melakukan bunuh diri, karena setiap orang akan berkuwajiban untuk mengikuti kehendak ALLAH dan taat melakukan seluruh hukum Tuhan.
Sepuluh Perintah ALLAH jelas mengatakan bahwa “jangan membunuh” (Keluaran 20:13 dan Ulangan 5:17). Dan setiap manusia berkewajiban untuk melakukan perintah Allah itu, termasuk didalamnya juga adalah tidak boleh membunuh dirinya sendiri.
Bagi pelajar yang adalah anak remaja yang masih dalam gejolak emosi yang belum stabil, maka etika kewajiban ini sangat baik untuk diterapkan karena selain pelajar dapat diajak untuk berfikir cerdas, juga memiliki ketegasan dalam penerapan peraturan, sehingga tidak menimbulkan kebingungan dalam mengambil keputusan, khususnya bila pada saat yang cepat dan mendesak, yang oleh karena tekanan emosi seorang remaja dapat saja melakukan tindakan yang “nekad”. Tetapi bila seorang pelajar dapat mengingat bagaimana mereka harus berkewajiban untuk memelihara kehidupan yang telah diberikan oleh Tuhan, maka diharapkan segera tersadarkan untuk kembali termotifasi untuk meninggalkan keinginan untuk bunuh diri dan kemudian menimbulkan semangat untuk berjuang untuk tetap hidup.
3. Etika Situasi (Teleologis)
Etika Situasi atau etika kontekstual (Teleologis; Yunani: teleos : Tujuan), yang dipersoalkan etika ini adalah bahwa apakah sebuah tindakan bertujuan baik, dan apakah tindakan yang bertujuan baik itu berakibat baik pula ?. tidak ada sebuah tindakan yang benar atau salah pada dirinya sendiri. Betapapun salahnya suatu perbuatan, tapi kalau akibatnya baik, itu benar, sebaliknya, betapapun benarnya sebuah tindakkan, tapi kalau akibatnya jelek, itu salah.
Dalam situasi tertentu terkadang kita dapat membenarkan sebuah tindakan “nekat” yang bisa berakibat pada kematian, seperti seseorang yang dalam peperangan yang mempertaruhkan nyawanya untuk meraih kemenangan bagi bangsa dan Negara. Bagi seorang pahlawan yang merupakan kusuma bangsa maka tidak dapat dikatakan sebagai tindakan bunuh diri.
Bila kita melihat peristiwa dari Daniel yang tetap membertahankan iman dengan tetap berdoa dan memohon kepada ALLAH sehingga di masukkan dalam kadang singga yang lapar, dan pada peristiwa yang lain juga Sadrakh, Mesakh dan Abednego juga mempertahankan iman untuk tidak menyembah patung raja Babel sehingga akhirnya harus dimasukkan dalam dapur api. Sekalipun kita melihat pada akhirnya mereka terselamatkan oleh pertolongan Tuhan, tetapi jelas tindakkan nekat itu yang dilakukan beresiko dengan kematian.
Dalam peristiwa Simson maka dapat dilihat bahwa karena kematiannya maka bangsa Israel mengalami kedamaian beberapa waktu, dan menunjukkan ketaatannya pada panggilan Allah atas misi yang harus di laksanakan, jadi Simsonpun tidak dapat dikategorikan sebagai seorang yang melakukan bunuh diri.
Dari peristiwa para martir yang terpaksa menyerahkan nyawanya untuk mempertahankan iman percaya kepada Kristus, maka para martirpun tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan bunuh diri.
Jadi bila menilik phenomena bunuh diri para pelajar remaja akhir-akhir ini jelas tidak sesuai dengan etika situasi, karena tidak memiliki tujuan yang jelas dan hanya menghidar dari rasa tertekan saja secara pribadi, sedangkan yang dituntut dari etika ini adalah tujuan yang baik dan bermanfaat bagi orang banyak. Jelas saja mereka bunuh diri untuk kepentingan pribadi dan berakibat buruk kepada orang lain, khususnya orang terdekat yang kemudian merasakan kesedihan, terluka dan malu oleh karena perbuatan mereka atau pelajar yang melakukan bunuh diri tersebut.
No comments:
Post a Comment