Monday, June 20, 2011

PELAJAR BUNUH DIRI DIPANDANG


FENOMENA bunuh diri pada anak dan remaja dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat drastis dalam hal ini sangat memprihatinan bagi semua kalangan karena selain pelakunya adalah seorang pelajar dan masih sangat muda yang seharusnya dapat berfikir lebih panjang untuk sekedar mengakhiri hidupnya sendiri. Fenomena ini ternyata bukan hanya merupakan masalah kesehatan semata, tetapi sangat kompleks menyangkut berbagai aspek kehidupan (mental – emosional – sosial – ekonomi – pendidikan – rohani dan kesejahteraan).
Maraknya peristiwa mengakhiri hidup dengan bunuh diri menjadi sebuah fenomena menarik. Bagi bangsa Indonesia, bunuh diri bukanlah sebuah tradisi budaya turun-temurun sebagaimana yang terjadi di Jepang dengan harakirinya. Namun, pada kenyataan sekarang kita temukan justru pada akhir-akhir ini bunuh diri menjadi sebuah alternatif yang banyak dipilih tak hanya kalangan orang dewasa, tetapi juga oleh remaja, bahkan anak-anak yang masih bersekolah.
Mungkin telah banyak penelitian yang berkaitan dengan fenomena bunuh diri yang dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu sosial, tetapi marilah kita melihat dari sisi Etika Kristen yang kiranya dapat memberikan sumbangan positif dalam menanggulangi masalah bunuh diri di kalangan pelajar yang pada masa ini semakin sering kita dengar.

Pelajar Bunuh Diri di Pandang Dari Etika Kristen
A.      Pencetus Bunuh Diri Pada Pelajar.
Secara psikologis, dipahami bahwa perilaku bunuh diri sebenarnya adalah sebuah kepanikan atau letupan sesaat, sebuah dorongan yang muncul  tiba-tiba. Jarak antara situasi tertekan yang dialami dan peristiwa bunuh diri yang dilakukan dapat berlangsung sekejap, dalam hitungan menit, jam. Merujuk pada beberapa contoh kasus bunuh diri sebagaimana yang dipaparkan pada potongan Koran tertanggal 25 Mei 2011, dimana pelajar siswi ini mengambil keputusan mengakhiri hidup dengan cepat oleh karena persoalan asmara.
Lebih lanjut tampaknya peristiwa bunuh diri pada pelajar sering  berhubungan dengan stresor yang terjadi sesaat. Ide untuk bunuh diri dapat muncul tiba-tiba (impulsif) tanpa banyak dipikirkan terlebih dahulu. Bagi pelajar yang masih berusia remaja, situasi ini tambah rumit mengingat masa mereka adalah masa-masa yang penuh gejolak. Tatkala ditambah lagi dengan persoalan yang menurut mereka sulit dipecahkan, mereka mengalami kebuntuan, tidak ada orang yang dianggap peduli, maka bunuh diri
terkadang menjadi jalan akhir yang ditempuh.
Tentu saja bukan hanya persoalan asmara saja yang dapat menjadi pencetus dari keputusan untuk bunuh diri, masih banyak persoalan lain, seperti tidak kuat menanggung rasa malu, ditinggalkan oleh orang terdekat atau ketidakmampuan menanggung beban social. Tetapi apapun persoalannya tampaknya keputusan mengakhiri hidup itu diambil dengan cepat atau dalam hitungan jam saja.
B.      Pandangan Alkitab atas Bunuh Diri
Walaupun secara umum Alkitab dengna jelas menentang, tetapi bunuh diri masih menjadi hal yang  membingungkan bagi orang Kristen, karena ada juga beberapa orang Kristen yang dianggap teguh imannya mempunyai pertimbangan bahwa bunuh diri itu suatu “jalan keluar”.
Dari ayat-ayat Alkitab, kita dapat berkesimpulan bahwa ALLAH menggukum kekal orang yang melakukan bunuh diri. Alkitab juga mencatat peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh Saul, Simsom dan Yudas. Saul membunuh dirinya karena rasa malu dan ketakutan atas penderitaan bila tertangkap oleh tentara Filistin. Bangsa Israel menguburkannya dengan hormat sebagai pahlawan perang (1Samuel 31:1-6). Dalam cerita  Yudas yang bunuh diri karena penyesalan yang mendalam karena menjual Tuhan Yesus. Dalam dua peristiwa inipun tidak ada komentar lebih lanjut dari Alkitab.
Pada peristiwa “bunuh diri” Simson, punya kerumitan tersendiri. Teolog-teolog Kristen seperti Agustinus dan Thomas Aquinas bergumul dengan kasus ini dan menyimpulkan bahwa bunuh diri Simson dibenarkan sebagai tindakan kepatuhannya terhadap perintah langsung dari Allah. Ada beberapa pendapat dari para teolog Kristen yang berpendapat bahwa bunuh diri adalah dosa yang tidak terampuni, diantaranya adalah Agustinus adalah tokoh yang paling menonjol dan berpengaruh dalam masalah bunuh diri. Bahkan pada masa terdahulu menyatakan bahwa warisan dan persembahan dari mereka yang melakukan bunuh diri atau mencoba bunuh diri tidak boleh diterima; sepanjang periode pertengahan cara penguburan Kristen yang benar tidak berlaku pada orang yang melakukan bunuh diri.
Teolog lain Thomas Aquinas yakin bahwa bunuh diri, tanpa pertobatan akhir adalah dosa yang berat. Dante menempatkan mereka yang bunuh diri dalam lingkaran ke 7 neraka. Luther dan Calvin yang meskipun membenci bunuh diri, tidak menyimpulkan bunuh diri sebagai dosa yang tidak dapat diampuni, karena menurut Calvin menghujat Allahlah yang merupakan dosa yang tidak terampuni. (Matius 12:31). Jadi ada juga yang berpendapat dari para teolog yang berpandangan bahwa bunuh diri adalah dosa tidak terampuni dan ada perbedaan antara dosa-dosa berat dan yang ringan.
C.      Kehendak Bebas Manusia untuk Memilih.

No comments:

Hidup Berpadanan Dengan Injil Kristus (2)

                            ( Filipi 1:27-30 ) Nasehat Supaya Tetap Berjuang Paulus sedang dalam penjara saat menulis surat kepada jem...